Profil Kawasan


Kepulauan Kapoposang merupakan bagian dari Kepulauan Spermonde dan secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan. SK Menteri Kehutanan No. 588/Kpts-VI/1996 tanggal 12 September 1996 menetapkan Kepulauan Kapoposang sebagai Taman Wisata Perairan dengan luasan sebesar 50. 000 hektar dan memiliki panjang batas 103 km. Posisi geografis kawasan ini berada di 118o 54’ 00 BT – 119o 10’ 00’’ BT dan 04o37’00’’ LS – 04o 52’ 00’’ LS.

Berdasarkan berita acara tanggal 4 Maret 2009 dengan nomer BA 01/Menhut-IV/2009 dan BA 108/Men.KP/III/2009, diserahterimakan pengelolaannya kepada Departemen Kelautan dan Perikanan berdasarkan. Dan selanjutnya dirubah nomenklatur menjadi Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Kapoposang dan Laut Sekitarnya melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 66/MEN/2009 tentang penetapan kawasan konservasi perairan nasional Kepulauan Kapoposang dan laut di sekitarnya di Provinsi Sulawesi Selatan.

TWP Kapoposang terletak di Kecamatan Liukang Tupabbiring pada 2 desa berbeda, yakni Desa Mattiro Ujung di sebelah barat, yang meliputi Pulau Pandangan dan Pulau Kapoposang; dan Desa Mattiro Matae di sebelah timur, yang meliputi Pulau Gondongbali, Pulau Tambakulu, Pulau Suranti, dan Pulau Pamanggangan.

Batas-Batas wilayah administrasinya adalah sebagai berikut:

  • Sebelah utara berbatasan dengan Selat Makassar
  • Sebelah timur berbatasan dengan Desa Mattiro walie
  • Sebelah selatan berbatasan dengan perairan Kota Makassar
  • Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Liukkang Kalmas

Kondisi Bio‐Fisik, Ekologi dan Penutupan Lahan

Parameter fisika perairan Desa Mattiro Ujung pada umumnya sama dengan ciri perairan laut lainnya yaitu salinitas/kadar garam berkisar antara 30–33 permil, tingkat kecerahan tinggi utamanya pada daerah hamparan terumbu, sementara arus air cukup kuat pada daerah‐daerah di luar tubir, utamanya pada pertengahan musim angin barat dan timur (Juni‐Agustus dan Desember‐Februari). Kondisi geografis Desa Mattiro Ujung yang cukup mendukung membuat wilayah daratan pulau masih memungkinkan untuk ditumbuhi oleh beberapa jenis tanaman holtikultura yang cukup ekonomis. Pada beberapa lahan perkebunan penduduk, tanaman-tanaman seperti jagung, ubi, ubi jalar, lombok dan pisang dapat tumbuh dengan baik utamanya pada musim penghujan. Selain tanaman tersebut, lahan Pulau Kapoposang dan Pulau Pandangan yang cukup luas pada umumnya didominasi oleh tumbuhan kelapa.

Paparan terumbu karang cukup luas mengelilingi Pulau Kapoposang dan memanjang ke arah barat. Sementara di Pulau Pandangan, paparan terumbu hampir sama lebar di setiap arah. Beberapa taka dan gusung yang terbentang di sekitar Pulau Pandangan antara lain Gusung Taka Banynyara, Taka Banynyara, Tattoroe, Kampe, Sipakkaluro, Pallawangeng, Timpusu Cakka, Batu Sellae dan Karangan. Berdasarkan hasil perhitungan peta tematik Pulau Kapoposang, didapatkan total luas reef flat adalah sebesar 1.156 Ha,dengan kondisi terumbu karang yang relatif masih baik, khususnya di rataan terumbu di sisi barat laut. Tutupan karang hidup di daerah reef edge cukup tinggi yakni rata‐rata 54% dari total tutupan makrobentik di rataan terumbu. Sedangkan di daerah reef top penutupan karang hidupnya hanya 28%. Pada sisi selatan pulau terlihat adanya cekungan‐cekungan hancuran karang berdiameter 2 hingga 3 meter bekas aktifitas penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan di masa lalu. Walaupun kondisi terumbu umumnya relatif baik, namun persentase karang mati (DC) dan karang mati yang tertutup alga (DCA) masih relatif tinggi (27%).

Kondisi perairan sekitar Pulau Pandangan cukup jernih, di daerah reef top dan reef edge masih dijumpai tutupan karang hidup yang bisa mencapai 32% (kategori sedang), namun sebarannya berada pada kedalaman 4–15 m dekat wilayah tebing terumbu di sisi selatan pulau. Rataan terumbu sisi utara dan barat pulau didominasi oleh hancuran karang, karang mati ditutupi alga dan pasir. Untuk daerah reef edge tutupan karang 23% dari total bottom cover, sedangkan pasir mencapai 28%. Acanthaster yang terlihat di beberapa titik menyebabkan kematian karang dan secara keseluruhan dead coral mencapai 3% di reef top dan 4 % di reef edge. Penggunaan bom di daerah ini juga terlihat dengan kondisi rubble 16%.

Pulau Suranti dan Pamanggangan juga dikelilingi paparan terumbu karang yang sangat luas. Luasan paparan terumbu di Pulau Suranti mengarah ke selatan, sedangkan di Pulau Pamanggangan ke arah barat. Sementara di Pula Gondongbali paparan terumbunya melebar dari utara hingga selatan pulau. Beberapa taka dangusung yang terdapat di Desa Mattiro Matae antara lain Taka Lantang, Taka Esa dan Batu Timpusu di sisi timur Pulau Gondongbali, Gusung Tambakulu di sisi barat Pulau Tambakulu dan Gusung Karangan yang terletak antara Pulau Pamanggangan dan Pulau Suranti. Pada tahun 2001 dilakukan survei laut oleh PPTK Unhas untuk melihat persentase tutupan karang hidup dan karang mati di pulau‐pulau kecil Kabupaten Pangkep, antara lain persentase tutupan karang hidup di Pulau Gondongbali didapatkan 24%, sedangkan di Pulau Suranti sebesar 50%.Selanjutnya dari hasil transek garis tahun 2003, diperoleh kondisi karang Pulau Gondongbali agak memprihatinkan. Karang mati ditutupi alga lebih mendominasi di beberapa wilayah rataan terumbu. Secara keseluruhan tutupan karang mati dengan alga (DCA) mencapai 39% dan pasir (S) 29%. Karang hidup yang hanya 7% (HC), termasuk kategori jelek didominasi oleh karang masif berada di antara kawasan pasir pada kedalaman 2–4 m. Rata‐rata penutupan karang hidup di daerah reef edge hanya 18% dari total bottom cover, sedangkan penutupan pasir kelihatan mendominasi, sekitar 40%. (Sumber: Laporan Coremap II Kab. Pangkep).

Mata Pencaharian

Penduduk di Kepulauan Kapoposang adalah berasal dari Suku Bugis, Makasar, dan Mandar. Bahasa yang dipergunakan dalam berkomunikasi sehari-hari adalah Bahasa Makasar. Berdasarkan penuturan Bapak Kepala Desa Mattiro Ujung, sebagian besar penduduknya atau lebih dari 90% menggantungkan hidupnya dari aktifitas pemanfaatan sumber daya hayati kelautan sebagai nelayan. Selebihnya berprofesi sebagai pedagang, dan pegawai negeri. Hasil perkebunan yang menonjol hanyalah kelapa dan sukun. Hal ini mungkin dikarenakan sumber air terbatas di Pulau Kapoposang saja,sehingga mereka tidak terlalu fokus dalam bercocok tanam.

Sebagaimana umumnya wilayah pesisir yang menggantungkan hidupnya dari sumberdaya kelautan, nelayan pulau Kapoposang pun hanya pasrah terhadap otoritas alam, dalam hal ini cuaca dan musim. Menurut penuturan salah seorang nelayan di pulau Kapoposang, biasanya pada saat musim ikan cakalang, laut di sekitar pantai akan menjadi “hitam”, karena hasil tangkapan (cakalang) yang berlebih dibuang lagi ke pantai sehingga menyebabkan pantai menjadi hitam. Terbuangnya hasil tangkapan tersebut tak lain karena hasil tangkapan tersebut tidak terserap seluruhnya di pasar. Hasil tangkapan biasanya dijual di Kota Pangkep atau Makassar dengan jarak tempuh 4-5 jam. Sifat ikan yang mudah busuk menyebabkan ikan yang dipasarkan kualitasnya sudah menurun, ditambah lagi jumlahnya yang begitu melimpah pada saat musim menjadikannya semakin tidak berharga dan akhirnya terbuang.

Pemerintah daerah pun sebenarnya tidak tinggal diam melihat permasalahan ini. Untuk itulah kemudian dibangun pabrik es di Pulau Kapoposang. Namun, pabrik tersebut juga kemudian tidak berfungsi dengan baik karena sarana dan prasarana juga tidak mendukung. Listrik yang bersumber dari generator hanya beroperasi 5 jam dari pukul 17.00 sampai pukul 22.00.

Alat tangkap yang digunakan adalah alat tangkap Lanra’ dan minitrawl dengan komoditas utama adalah kepiting dan udang, sedangkan Gae (mini purse seine) digunakan untuk komoditas ikan demersal. Musim-masim paceklik terjadi pada saat musim barat. Pada saat musim paceklik biasanya mereka hanya memancing di dekat pantai dan hasilnya hanya digunakan untuk keperluan sehari-hari, tidak dijual. Menurut mereka musim kepiting dan udang melimpah sekitar bulan Maret dan Oktober. Beberapa diantara mereka juga menjadi nelayan pencari teripang. Teripang relatif tidak mengenal musim sehingga dapat dilakukan setiap hari.

Potensi Pariwisata

Taman Wisata Perairan Kapoposang terpusat di Pulau Kapoposang. Pulau ini merupakan pulau terluar dari kawasan Kepulauan Spermonde Pangkep. Pulau Kapoposang memiliki luas rataan terumbu karang ± 995, 6 Ha merupakan yang terluas diantara fringing reef lainnya. Sebaran terumbu karang memanjang ke arah barat dari kedalaman 1 meter hingga 45 meter dengan perairan yang sangat jernih. Rataan terumbu yang lebih dalam sekitar 4-8 meter berbatasan dengan tubir terumbu dan dinding terumbu (drop off). Lokasi drop off ini sangat menarik untuk sebagai lokasi wisata penyelaman. Ikan-ikan indikator Chaetodontidae menjadi pemandangan yang menarik sepanjang drop off sisi utara dan barat.

Kapoposang merupakan tipe perwakilan terumbu karang, lamun, hutan pantai. Paparan terumbu karang relatif luas dan mengelilingi Pulau Kapoposang.  Paparan terumbu karang ini memanjang ke arah barat. Terumbu karang membentuk daratan (reef flat) sejauh 200 meter sampai tubir, dengan kedalaman 1-10 meter pada saat air laut surut. Jenis yang telah teridentifikasi pada kedalaman kurang dari 10 meter sebanyak 9 famili karang keras, 1 famili karang lunak, 2 famili anemon, 4 famili gorgonian,dan 5 famili sponges. Jenis sponges raksasa yaitu Xestopongia sp (di Perairan Batu Mandura), jenis karang terbanyak berupa Acropora sp, Pocillopora sp, Porites sp, Goniopora sp, Alveopora sp, Pectinia sp, Lobophyllia sp, dll. Jenis ikan karang berupa Lele laut (Plotosus lineatus), Ikan kadal (Synodus sp), Lepu ayam (Pterois volitans), Karapu (Cephalopholis miniata), Napoleon (Chelinus undulatus), Ekor kuning (Caesio cuning), Kepe (Chaetodon sp), Angelfish (Centropyge multifasciatus), Bendera (Heniochus singularius), Sersan mayor (Abudefduf sp), Pinguin (Gomphosus varius), Moorish idol (Zanclus canescens), dan Kakatua (Scarus bleekeri). Jenis lamun berupa Enhalus acroides, Thallasia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea nonosa, Syringodium filiforme, dan Halophila minor. Jenis algea berupa Halimeda cylindracea, Padina gymnospora, Boergesenii forbesii, Hypnea sp, Gracillaria sp, Euchema alvarezii, dll. Kelompok mollusca yang paling banyak ditemukan di wilayah ini terdiri dari kelas Gastropoda (siput) dan Pelecypoda (Kerang-kerangan), terdapat pula dari kelas Amphineura, Scaphopoda, dan Cephalopoda, terdapat pula siput laut ukuran besar seperti Trocus niloticus, Mata bulan (Turbo marmoratus linnaeus), Keong triton trompet (Charonia tritonis), Kepala kambing (Cassis cornuta), dan Tedong-tedong (Lambis chiragra). Fauna yang dapat dilihat berupa Elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), Kuntul puith (Egretta sp), Raja udang (Alcedo atthis), Kalong (Pteropus vampirus), Lumba-lumba abu (Tursiops truncatus), Penyu hijau (Cheloniaa mydas), dan Penyu sisik (Eretmocheys imbricata). Hutam bakau terdiri dari jenis Rhizophora sp dan Avicenia sp, terdapat pula Cemara laut (Casuarina equisetifolia). Tutupan karang yang begitu luas di kawasan tersebut menyebabkan banyak terdapat ikan karang. Kerapu dan Sunu adalah komoditi yang biasanya ditangkap nelayan setempat. Dari pinggir pantai, terkadang kita dapat melihat ikan-ikan berlompatan. Pun pada saat surut, ikan-ikan karang dengan warna-warnanya yang indah juga dengan mudah dilihat dengan mata telanjang.

Pada bagian barat Pulau Kapoposang terdapat flora unik yaitu sentigi (Pemphis acidula). Kayunya yang keras biasanya digunakan untuk gagang pusaka. Bentuknya yang unik, membuat tanaman ini sering dicari untuk dijadikan bonsai. Hamparan pasir putih yang luas di bibir pantai dan perairan yang relatif dangkal di kawasan ini sangat cocok untuk dijadikan tujuan wisata. Perairan yang jernih dan bersih serta suasana yang masih sangat alami menjadi kekuatan tersendiri yang menjadikan tempat ini sangat cocok untuk melakukan wisata bahari. Berikut ini beberapa kegiatan wisata bahari yang dapat dilakukan di Kepulauan Kapoposang dan sekitarnya :

Selama ini pantai Pulau Kapoposang dijadikan tempat untuk bermain Diving oleh wisatawan. Hal ini karena keindahan terumbu Kapoposang mempunyai nilai keindahan yang cukup besar bila dibandingkan dengan pantai lainnya. Kegiatan ini sangat menarik wisatawan untuk mengunjungi pantai Pulau Kapoposang. Ditambah lagi dengan kualitas pantai yang belum tercemar oleh kerusakan alam dan juga pasir putih yang mengelilingi sepanjang kawasan pantai.

Pantai Pulau Kapoposang mempunyai ekosistem terumbu karang dan jenis flora dan fauna yang keanekaragamannya cukup tinggi. Keindahan ini sangat menarik minat wisatawan untuk melakukan kegiatan snorkling untuk menikmati keindahan pantai Kapoposang di waktu senggang.

Pantai Pulau Kapoposang juga memiliki jenis ikan yang sangat beranekaragam. Jenis ikannya masih cukup banyak karena masih belum dirusak oleh aktivitas penangkan ikan dengan menggunakan alat-alat keras ataupun karena faktor lingkungan. Wisatawan melakukan kegiatan Fishing pada waktu-waktu senggang sambil menikmati suasana keindahan pantai Pulau Kapoposang.

Pulau Kapoposang selain mempunyai jenis flora dan fauna yang beranekaragam, juga memiliki jenis rumput laut yang cukup bagus. Sehingga hal ini menarik wisatawan untuk datang dan belajar tentang bagaimana kegiatan budidaya rumput laut yang sudah dijadikan tradisi bagi masyarakat Pulau Kapoposang.

ada lokasi pantai lain, kegiatan melihat Penyu bertelur dan aktivitas Penangkapan Nener sudah jarang kita dapati. Hal ini disebabkan oleh kondisi kerusakan pantai yang belum tertangani dengan baik. Di pantai Pulau Kapoposang keadaan hewan seperti Penyu, Nener masih terjaga dengan baik dari kerusakan. Kondisi ini menjadikan wisatawan untuk mengunjunginya.

Dengan keindahan pantai yang masih alami, kondisi lingkungan yang masih bagus. Menarik wisatawan untuk menikmati keindahan Sun Rise dan Sun Set. Untuk ini cukup menarik untuk dilakukan karena didukung oleh nilai keindahan pantai yang cukup bagus.

Potensi Perikanan

Sebagian besar masyarakat Mattiro Matae bekerja sebagai nelayan. Pekerjaan nelayan yang paling dominan adalah nelayan pang’es dan nelayan penangkap ikan sunu hidup. Pang’es melakukan aktivitas penangkapan di luar wilayah desa hingga mencapai wilayah Kalimantan. Sebagian besar nelayan sunu melakukan aktivitas penangkapan di sekitar wilayah desa dengan menggunakan alat pancing kedo‐kedo. Nelayan pancing sunu mulai merasakan kurangnya hasil tangkapan akibat adanya penggunaan bius. Pengolahan pasca panen umumnya dilakukan terhadap sumberdaya teripang dan ikan mairo. Untuk teripang biasanya dimasak sebelum dijual, atau setelah dimasak, dikeringkan lagi baru dijual. Namun kebanyakan nelayan teripang lebih memilih untuk sampai pada tahap dimasak sebelum dijual. Menurut mereka tidak ada perbedaan nyata antara yang kering dan yang basah karena pada saat basah harga rendah tapi timbangannya berat, sementara pada saat kering harga tinggi tapi timbangannya ringan.Untuk ikan mairo, pengeringan ikan hanya dilakukan jika harga jual basah sangat murah, bahkan tidak ada harganya, sehingga satu‐satunya cara adalah mengeringkan ikan tersebut. Perbandingan basah dan keringnya adalah 1 basket basah sama dengan 3 kg kering dengan lama pengeringan setengah sampai satu hari penuh bergantung besar kecilnya ukuran mairo. (Sumber : Hasil PRA COREMAP II Kabupaten Pangkep, Tahun 2006).

Potensi Sosial Budaya

Sumberdaya sosial adalah berhubungan erat dengan manusianya (sumberdaya manusia) dan lingkungan yang membentuk (given) dan dibentuk (proses) yang termanifestasi dalam bentuk kebudayaan.

Pada kasus Pulau Kapoposang sumberdaya manusia yang dengan cepat dapat diukur adalah tingkat pendidikan penduduk berikut sarana maupun prasarana pendidikannya, fasilitas kesehatan yang memadai, mobilitas penduduk dan juga akses informasi dan komunikasi. Dilihat dari pendidikannya, umumnya penduduk Desa Mattiro Ujung hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) atau tidak tamat SD. Bahkan banyak di antara mereka yang tidak pernah sekolah. Umumnya masyarakat memang tidak melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi sesudah lulus dari SD, karena disamping lokasi pendidikan lanjutan (SMP dan SMA) sangat jauh, yaitu berada di ibukota kabupaten dan propinsi, juga kondisi ekonomi masyarakat yang kurang mendukung. Menurut Bapak Desa Matiro Ujung, seringkali anak-anak mereka (yang bersekolah di kota) harus “berpuasa” karena kiriman untuk bekal mereka tidak bisa rutin dikirimkan. Akses yang kurang lancar dan tidak adanya jadwal transportasi yang regular adalah sebab utamanya. Keinginan untuk menyekolahkan anak-anak mereka tetap ada namun terkendala oleh hal tersebut. Pun demikian pada level sekolah dasar, banyak anak-anak yang terpaksa tidak melanjutkan sekolah karena belum mengerti pentingnya pendidikan di tingkatan dasar. Sebagai gambaran dari tingginya tingkat drop out di SD dapat dilihat pada keadaan siswa SD di desa ini. Kelas satu jumlah siswanya mencapai 25 orang. Akan tetapi mulai kelas 4 banyak yang keluar, sehingga jumlah siswa kelas 6 tinggal sedikit, itupun sebagian besar perempuan. Tabel di bawah ini adalah data yang berhasil dihimpun Coremap II Kabupaten Pangkep berkenaan dengan tingkat pendidikan di Mattiro Ujung (Pulau Kapoposang dan Pulau Pandangan).

Tinggalkan komentar